Sutradara: Zhang Yimou Skenario: Shi Xiangsheng Pemain: Wei Minzhi, Zhang Huike, Thian Zhenda,Gao Enman. Durasi: 00 menit Produksi: A Guangxi Film Studios tahun 1998.
Film karya Zhang Yimou yang pertama kali saya saksikan adalah Hero (2002), sebuah film drama persilatan yang menampilkan gambar-gambar indah puitis. Film itu sangat berkesan bagi saya, maka lalu selanjutnya saya mencari tahu lebih banyak lagi tentang sutradara "jenius" asal negeri Cina ini beserta film-filmnya yang lain. Zhang Yimou, lahir di Xian, Cina pada tahun 1950. Ia memulai kariernya dengan bekerja di Guangxi Film Studios pada 1982. Tak lama kemudian ia pindah ke Xian film Studios. Film pertama yang melibatkan dirinya sebagai cinematografer adalah One And The Eight dengan sutradara Zhang Junchao.Dan debutnya sebagai sutradara adalah di film Red Shorgum (1988) yang langsung memenangkan Golden Bear Award untuk film terbaik pada Festival Film Berlin tahun 1989. Selanjutnya lahirlah film-film apik dari tangan dinginnya, seperti : Ju Dou (1990), Raise The Red Lantern (1991), The Story of Qiu Ju (1992), To Live (1994) dll ( Road Home, Happy Times). Karya-karyanya tersebut telah memenangi berbagai penghargaan di festival-festival film dunia.
Not One Less adalah filmnya yang dibuat tahun 1998 berdasarkan skenario yang ditulis oleh novelis Cina Shi Xiangsheng. Seperti film-filmnya yang lain, Not One Less pun sangat kental dengan kehidupan masyarakat Cina lapisan bawah. Kali ini, dalam Not One Less diceritakan tentang seorang gadis, Wei Minzhi (Wei Minzhi) berusia 13 tahun yang menjadi guru pengganti pada sebuah sekolah dasar di satu desa terpencil di Provinsi Heibei. Wei Minzhi menggantikan guru Gao yang harus merawat ibunya yang sakit di kota selama satu bulan.
Dengan kondisi sekolah yang serba minim (gedung reyot, bangku-bangku yang rusak, kapur tulis yang sangat terbatas jumlahnya), kegiatan belajar mengajar harus tetap berjalan. Wei Minzhi yang berasal dari keluarga miskin berharap akan mendapat upah sebesar 50 yuan plus 10 yuan sebagai upah tambahan jika ia mengajar dengan baik selama guru Gao pergi dan "tidak kurang satu anakpun" sampai Gao kembali.
Jumlah murid seluruhnya ada 28 dari yang semula 40 orang pada awal tahun pelajaran. Satu persatu para murid tersebut pergi meninggalkan bangku sekolah mereka untuk bekerja di kota. Pada saat Wei mengajar, kembali hal itu terjadi. Salah seorang murid ternakal, Zhang Huike (Zhang Huike), pada suatu hari tidak masuk sekolah. Huike pergi mencari kerja di kota agar bisa mendapat uang demi membayar utang ibunya yang sedang sakit. Wei bertekad mencari dan membawa kembali Huike ke sekolah mereka.
Maka dimulailah perjalanan guru muda itu menemukan muridnya di kota. Dengan berjalan kaki karena tidak punya cukup uang untuk membeli tiket bus, ia pun sampai di kota. Berbekal sebuah alamat di amplop surat dari ibu Huike, Wei tanpa putus asa terus berusaha menemukan muridnya yang 'hilang' itu.
Namun tidaklah mudah menemukan seorang anak lelaki berusia 11 tahun di tengah-tengah kota tanpa informasi yang memadai tentangnya. Berbagai cara dilakukan oleh Wei tanpa kenal lelah hingga sampailah ia pada sebuah stasiun televisi dan memberanikan diri bertemu dengan sang manajer. Dengan kebaikan hati si manajer tv, maka lalu upaya pencarian Huike disiarkan oleh stasiun tv tersebut. Melalui siaran tivi itulah akhirnya Huike berhasil ditemukan. Bukan itu saja, kisah Wei dan murid-muridnya yang miskin telah mengundang simpati para penonton. Dari situ terkumpullah dana dari para donatur untuk perbaikan gedung sekolah tempat Wei mengajar.
Seluruh karakter di film ini diperankan oleh para "amatir". Mereka bukanlah para aktor dan aktris film sungguhan. Setiap pemain memerankan "dirinya sendiri". Misalnya, sang kepala sekolah Tian (Tian Zhenda) dalam kehidupan sebenarnya memang berprofesi sebagai kepala sekolah. Tentu ini adalah hasil sebuah kerja profesional dari seorang Yimou sehingga film ini menjelma dengan amat bersahaja dan apa adanya.
Sebuah kisah yang mengharukan. Melihat kondisi sekolah itu, saya jadi teringat pada sekolah-sekolah dasar di negeri kita yang bernasib sama. Gedung yang nyaris roboh, atap sekolah yang runtuh, guru-guru di daerah terpencil yang bergaji sangat minim, adalah wajah pendidikan di Indonesia. Sungguh memilukan. Kepedulian pemerintah dan swasta akan hal ini amat kecil. Padahal, katanya pendidikan untuk semua.
Endah SulwesiLabel: asia, drama |
Aku nonton ini nangis bombay, yia yia. Selain prihatin sama nasib anak-anak sekolah itu, terharu juga sama semangat mereka untuk terus sekolah.
Huhuhuuuuuu ...
aku juga nangis pun. film2 yimou kan emang gitu, getir....
Barusan nonton di channel celestial movies,, benar2 mengharukan
aku juga nonton film ini....sangat menharukan....dan teringat waktu sekolah dulu....ini juga jadi pelajaran buat pemerintah sekarang....sangat mencerminkan buat sekolah sekolah2 yg ada di pelosok negri
Filmnya sedih.. smpe nangis istri saya nntonnya. Hihihi
Saya sudah 2 kali nonton. Tetap menyentuh sampai air mata bercucuran. It's the best
Terakhir nonton sama anak2.
Ada referensi film seperti ini? Thanks
Baru saja saya nonton di channel digdayaTV. Bikin mata saya berkaca kaca film ini adalah guru yg sangat bertanggung jawab atas tugasnya.
Pokok nya keren banget