blog counter






  • Asongan Kebab : Suze Marie
  • Tukang Jagung Brondong : Ida
  • Juru Sobek Karcis : Yuli Bean
  • Centeng : Sitorus
  • Petugas Kebersihan : Mina





  • Bioskop Ferina
  • Bioskop Panas!
  • Bioskop Reygreena




  • Blogger

    FinalSense

    Amazon

    Yahoo

    Ebay



  • Loket 1 : Antie
  • Loket 2 : Jody
  • Loket 3 : Kobo
  • Loket 4 : Perca
  • Loket 5 : Qyu
  • Loket 6 : Tanzil
  • Calo Tiket





  • Paris, Je T'aime

    BEAUTIFUL SUNDAY (KOREAN/2007)

    Mon... Jadi Intel Kok Tetap Ganteng, Toh?

    Four Weddings and A Funeral

    MADADAYO

    Transformers (2007)

    Maaf, Saya Hampir Me*wek

    Pride and Prejudice (2005)

    BADAI PASTI BERLALU (INDONESIA/2007)

    Berujung di Kamar Mandi







    Jumat, 13 Juli 2007
    Bulu Dada James Bond
    kontributor: arya "sim card" perdana (lewat jalur calo)

    Judul: Casino Royale (2006)
    Sutradara: Martin Campbell
    Aktor: Daniel Craig, Eva Green, Mads Mikkelsen, Jesper Christensen, Caterina Murino
    Produser: Michael G Wilson

    James Bond kita kali ini berbeda dengan James Bond yang dulu-dulu. Kalo dulu, Sean Connery atau Pierce Brosnan tampil kalem dan flamboyan, kini yang tampil Daniel Craig, pria Inggris yang-kata perempuan yang nonton sama saya: “Lambe-nya itu loh…. Jadi inget lolipop!”

    Coba ingat-ingat lagi saat Connery atau Brosnan mengucap kalimat perkenalan khasnya, "My name's Bond. James Bond." Dengan setelan hitam yang rapi klimis licin, Bond ala Connery dan Brosnan memang elegan, charming, dan semerbak melati mewangi.

    Tapi Bond cap Daniel Craig jauh beda. Ia kasar, ganas dan dingin. Berantakan, emoh mikir ruwet-ruwet. Dan satu yang penting, Bond generasi terbaru ini senang betul mengumbar bulu dada ke penonton. Para penonton bisa bingung: Ini James Bond atau Rhoma Irama yang di pelem-pelemnya dulu juga doyan banget pamer bulu dada sambil nyanyi dan nari-nari!

    Gara-gara sering lihat Bond pamer bulu dada inilah saya menemukan kesimpulan. Gini: bulu dada Bond yang diperankan Daniel Craig ini ternyata halus dan lurus sama kaya rambutnya, sementara bulu dada Rhoma Irama keriting ngglundung, sama juga kaya rambutnya yang ngglundung kriting. Kesimpulannya: kriting atau tidaknya bulu dada ditentukan oleh kriting atau tidaknya bulu rambut (mari kita bertanya pada Rudi Hadisuwarno yang bergoyang).

    Perhatikan gayanya waktu pesan minuman martini. "Stir, not shake," bilang Bond versi Brosnan. Tapi Bond versi Craig dengan sengaknya ngomong , "stir or shake, I don't give a damn!". Hahaha. Benar-benar nggak nurut pakem si Bond satu ini.

    Sebenarnya, inilah prekuel dari film-film Bond sebelumnya. Di sinilah dipaparkan kenapa agen Bond ini kok bisa jadi agen andalan MI-6, agen rahasia Inggris yang tentu saja bukan intel Melayu.

    (PERINGATAN: INI BAGIAN SPOILER/BOCORAN FILM)

    Ceritanya, Bond dikirim ke Madagaskar (ini saudara jauh Makasar). Ia diminta memburu seorang teroris pembuat bom bernama Mollaka (bedakan dengan Tan Malaka!), di kota Nambutu. Di sinilah terjadi adegan seru. Kejar-kejaran Bond vs Mollaka di crane yang tingginya naudzubillahi mindalik. Bond si agen MI-6 benar-benar nekat. Jantung saya berdebar lebih kencang saat kamera mengikuti aksi Bond bertarung di crane yang tingginya lebih dari 300 meter di atas tanah.

    Mollaka ini menghubungkan Bond dengan Alex Dimitrios, pembantu dekat buruan utama Bond, pria dengan satu bola mata yang terbikin dari kaca, Le Chiffre. Dia pake sepatu biasa, sebab kalau sepatunya juga ikut-ikutan terbuat dari kaca, namanya pasti Cinderella.

    Singkat cerita, Bond bikin gagal rencana Le Chiffre buat meledakkan sebuah pesawat saat sedang diluncurkan di kota Miami. Bond juga bisa membunuh Dimitrios (setelah sebelumnya hampir meniduri istri Dimitrios, Solange, yang tubuhnya bakal bikin lelaki normal maupun abnormal ngeces-ngeces kaya burung walet).

    Bond pun terlibat taruhan gede-gedean lawan Le Chiffre di Casino Royale, Montenegro (negara yang dulu pernah begitu rasis tapi memakai kata Negro). Bond pake duit Pemerintah Inggris. Makanya, setiap pengeluaran Bond diawasi benar sama bendahara Vesper Lynd (Ini masih sepupuan sama pemilik pabrik motor Vespa), si gadis Bond yang agak keluar kebiasaan karena digambarkan sebagai wanita pintar (berarti yang sebelumnya nggak pinter donk? Kan gak penting, yang penting semok. Hihihi…).

    Kembali ke laptop….

    Ngaku-ngaku pinter main poker, Bond justru kalahan pada awalnya. Duitnya habis. Tekor. Minta duit lagi sama Vesper, eh nggak dikasih. Akhirnya, Bond dipinjami duit sama CIA. Entah gimana ceritanya, Bond pun menang poker (soalnya saya nggak ngerti cara main poker, ngertinnya main gaplek di pos ronda). Tapi Le Chiffre sukses menyandera Vesper dan memancing Bond buat main kejar-kejaran pake mobil sport di jalanan mulus berkelok di Montenegro.

    Kayaknya, Bond ini nggak semahir supir metromini kalo soal kejar-kejaran pake mobil. Bond celaka dan ditangkap Le Chiffre. Bond ditelanjangi, disiksa, dan dipecuti. Ada humor segar saat Bond disiksa begini. Ia malah minta Le Chiffre buat memecut "biji"nya. Argggghhhhhhh....serem! Membayangkan sakitnya membikin perut saya mules tiba-tiba.

    Toh, pertolongan buat Bond tiba juga. Sosok misterius bernama Mr White muncul dan membunuh Le Chiffre. Bond pun berlibur sama Vesper-yang akhirnya jadi pacarnya-di Italia.

    Di ujung cerita, peran Vesper dan Mr White pun kemudian terungkap. Siapa sebenarnya mereka akhirnya diketahui Bond. Film ditutup dengan adegan berisi tagline populer yang sudah saya sebut di atas: "My name's Bond. James Bond".

    SPOILER/BOCORAN FILM BERAKHIR DI SINI

    Gampang buat menggambarkan kesenangan nonton film Bond di bioskop. Adegan seru, desing peluru saat adu pistol, kejar-mengejar dengan mobil sport mahal, perempuan-perempuan bahenol yang bakalan nangkring di otak untuk setidaknya 1 pekan ke depan, dan gambaran akhir bahwa kebaikan akan menang melawan kejahatan.

    Itulah sebabnya nonton James Bond itu terasa komplit. Adegan kebut-kebutan dan tembak-tembakkan akan menyeret pada memori daun pisang (hehehehe), persisnya memori masa kecil yang senang tembak-tembakan. Sementara adegan belai-belaian cewek seksi mengingatkan kita pada adegan beberapa hari silam di kamar kost atau di Paragkusumo. (baca dengan ekpresi mengedipkan mata: “Twink… twink….” Sambil lirik Ismanto tentu saja!)