kontributor: maulida(n)abi (lewat jalur calo)
The Good Shepherd Sutradara: Robert de Niro Pemain: Matt Damon, Angelina Jolie, Alec Baldwin, Robert de Niro, Tammy Blanchard, Michael Gambon Produser: Jane Rosenthal
Matt Damon. Wajah gantengnya hilang di balik karakter dingin Edward Wilson, dedengkot agen kontraintelijen pada Central Intelligence Agency (CIA). Walaupun kegantengannya seperti hilang, paling gak masih ganteng dari rata-rata intel Melayu. Intel CIA gitu loch...
Simaklah perkataan Brocco, asistennya saat akan mulai bekerja. Saat itu Brocco tidak diberi tahu siapa nama bos yang akan ditemuinya. Wilson bertanya bagaimana Brocco tahu bahwa ia tidak salah orang. Jawabnya, “They said you were a serious SOB that didn't have any sense of humor. There can't be two of you.”
SOB ini artinya Son of Bitch. Kalau dia intel Melayu, pasti kodenya bukan SOB tapi AJ (Anak Jablay). Kalo kebetulan dia intel kelahiran m’Bantul, kodenya pasti jadi AK (Anak’e Keple).
Sikap dingin Wilson tampaknya seiringan dengan dinginnya hubungan Amerika-Soviet. Saking datar dan lambatnya, saya menghentak-hentakkan kaki saya di bioskop gara-gara bosan. Tapi masih gak separah cewek-cewek di film India yang nggoseh-nggoseh di tanah sambil menghamburkan gerimis air mata.
Film ini sungguh datar, kayak muka hantu di samping kampusku (lho kok nyerempet ke horor). Bayangkan, selama 2 jam saya menonton film dengan dialog yang membutuhkan konsentrasi. Alurnya pun maju-mundur-maju-mundur tapi gak kena-kena (emang film warkop DKI: Maju Kena Mundur Kena)
Kepusingan saya bertambah karena jaringan 21 memotong beberapa adegan, mungkin karena aslinya kepanjangan, 160 menit. Bagaimana saya tahu? Tentu saja setelah menontonnya ulang dari DVD bajakan. Oya, suasana di bioskop saat itu masih ditambah ulah Seni Apriliya, teman saya yang tidak berhenti mengoceh, “aku mah ga ngerti, aku mah pusing.”
Belum lagi ocehan senada dari lelaki yang duduk di sebelah yang bergumam nyaris sama, “Aku pah ga ngerti, aku pah pusing.”
Jadilah sebelah kanan kiriku seperti dialog sinetron Indonesia: Pah... Mah... Pah... Mah.... Papah... Mamah.....
Tapi bosan dan bingung itu ternyata diselipi kekaguman atas akting Damon. Tidak bisa tidak. Ia berhasil menghidupkan tokoh Edward Wilson, tokoh rekaan di tengah fragmen kelahiran agensi intelijen mata-mata terbesar. Selain kesempurnaannya dalam dunia spionase, Damon juga berhasil memunculkan konflik pribadinya dengan istri dan anaknya yang traumatik.
Film ini juga menggambarkan betapa tak enaknya sebuah keluarga yang dikepalai oleh lelaki yang juga seorang intel. Gimana gak sebel, “Polisi Tidur” aja udah menyebalkan, apalagi ini intel yang gak pernah tidur. Fuihh!
Semua ini bermula dengan bergabungnya Wilson dalam Skull and Bones, perkumpulan rahasia di Universitas Yale. Namanya “ditemukan” Federal Bureau Intelligence (FBI) untuk kemudian diminta memata-matai guru sekaligus dekan sastra, Fredericks, yang ditengarai dekat dengan Jerman pada Perang Dunia II.
Setelah tugas pertama, ia kemudian direkrut pada perang dunia dan berlanjut di perang dingin. Dari mata Wilson, kita bisa melihat Amerika dan Uni Soviet saling meracik formula yang paling baik untuk dihidangkan. Tidak berhadapan, tidak pula di negaranya masing-masing. “Pertempuran” itu terjadi di Jerman, di Kuba, atau negara lain.
Edward Wilson tentu agen tangguh, tidak mudah tergiur atau terancam, dan setia pada agensi (serta negara). Juga gak tergiur sama perempuan macam James Bond. Ini bedanya dengan intel melayu yang “digoda” para penari yang cuma pakai cawat doang aja udah gelap mata, padahal para penari itu anggota RMS. Iya toh? Hooh toh?
Sesuai dengan biasanya, Hollywood memunculkan tokoh yang patriot. Dan fasis juga kalau di mata saya. Sikap fasis khas Amerika itu dapat terlihat dari dialognya dengan Jimmy Palmi, imigran Italia sekaligus kriminal yang segera dideportasi.
Palmi: Let me ask you something. We Italians we got our families and we got the church. The Irish they have their homeland. The Jews, their trdition. Even the Niggers they got their music. What about you people, Mr. Carlson? What do you have?
Wilson: (Diam sejenak) The United States of America. The rest of you are just visiting.
Kisah patriotik Wilson berbeda dengan agen lain yang penuh pengkhianatan. Dengan mudah seorang agen bisa berubah pikiran dan menyeberang. Hari ini kawan, besok jadi pacar, lusa jadi istri dan entah apa lagi. Orang-orang datang dan pergi... oh begitu saja (Loh kok jadi nyanyi Letto?)
“Jangan percaya siapapun” adalah ayat ampuh pada bibel seorang intel. Mereka memegang teguh itu. Dan Wilson terus maju dengan pilihan yang diambilnya. Ia berusaha menjadi ayah sekaligus agen yang baik. Tentu, tentu saja ia tak mampu mendapat semuanya. Ia membayar dengan pengorbanan besar. Keluarganya sendiri. Mengharukan. Mirip film India ya? Hiks... hiks....
Menonton The Good Shepherd, kita bisa tahu bahwa kesempurnaan berarti kesendirian. Seorang agen Inggris yang kemudian di pihak Soviet, Arch Cummings, mengutip sebuah puisi Irlandia. A friend for today is tomorrow's heartbreak. Sebuah larik yang mewakili lakunya.
Di atas semua itu, Matt Damon tetap tampil dengan ganteng. Aku berdesir-desir tiap kali matanya menatap lurus ke dapan dengan tajam.
Oh, Mon... wajahmu itu loh....Label: Detective, USA |
meskipun kata orang film ini keren, namun buat aku membosankan.. kisah mata-mata dengan intrik minimalis yg cenderung datar & hambar
aku suka matt di Saving Private Ryan :D
aku suka banget gaya si Pengasap Kubur meresensi :D
aku juga udah nonton film ini, dan tertidur hampir sepanjang film, padahal saya sangat Matt Damon huaaaaaa! cowok terokeh sesudah akang Johnny Depp!