Sutradara Mohsen Makhmalbaf
Pemain Niloufar Pazira, Hassan Tantai dll
Tahun 2001
Film, seperti juga buku, adalah sebuah jendela. Dari situ, kita bisa menatap jauh melintasi ruang dan waktu, terkadang hingga ke tempat dan situasi yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dari jendela itu kita mengembara menjelajahi negeri-negeri yang barangkali kita tak akan pernah sampai ke sana seumur hidup oleh sebab keterbatasan waktu dan biaya atau memang ternyata negeri itu hanyalah sebuah negeri khayalan. Tetapi Afganistan tentu bukanlah negeri khayal. Ia nyata dan ada di bumi ini, bertetangga dengan Iran dan Pakistan, merdeka berdaulat sepenuhnya seperti bangsa-bangsa lain di dunia. Namun, bagi siapakah kemerdekaan itu memiliki arti yang sesungguhnya di Afganistan? Yang jelas bukan untuk rakyat di sana, terlebih lagi bagi para perempuannya.
Kandahar, dibuat tahun 2001 (berselang 3 tahun sebelum film Osama), merekam sekeping sejarah Afganistan di bawah rejim Islam fundamentalis Taliban lewat kisah perjalanan Nafas (Niloufar Pazira), perempuan Afganistan berkewarganegaraan Kanada yang hendak menemui saudara perempuannya di Kandahar.
Kisah Nafas dan saudarinya itu berangkat dari sebuah kisah nyata yang dialami oleh Pazira. Pazira mempunyai seorang sahabat karib sewaktu ia dan keluarganya tinggal di Afganistan. Ketika Pazira pindah ke Kanada, sahabatnya itu tetap tinggal di Afganistan. Pada suatu hari sahabatnya itu menulis sepucuk surat untuknya, bercerita tentang rasa putus asa dan kesedihan yang dalam karena kehilangan sebelah lengannya akibat ledakan ranjau darat. Gadis itu bukan hanya kehilangan sepotong lengan, tetapi juga semangat hidupnya. Ia ingin bunuh diri, mati, meninggalkan semua penderitaannya. Maka Pazira bertekat menemui sahabatnya itu walaupun ia tahu jalan menuju Kandahar, tempat sahabatnya berada, tidaklah mudah.
Saat Pazira menyodorkan kisah ini ke hadapan Mohsen Makhmalbaf untuk diangkat ke dalam film, sutradara asal Iran ini langsung menunjuknya sebagai pemeran Nafas. Tidak ada aktor/aktris profesional di film ini, namun secara keseluruhan film ini menarik untuk dinikmati walaupun ada beberapa adegan yang terasa tampil berlebihan (salah satunya saat di kamp Palang Merah Internasional, para korban ledakan ranjau tampak mondar-mandir seperti demonstran, menuntut kaki dan tangan palsu, ganjil rasanya, tetapi jangan-jangan memang seperti itulah yang terjadi sesungguhnya).
Endah Sulwesi
banyak scene indah di film iniii,,, akusukaaa,,, btw, nice blog ;0) sering2 mampir nih kayaknya,,, heuheu