Judul Film: THE KNOT Sutradara: Yin Li Pemeran: Chen Kun, Vivian Hsu, Li Bingbing, Steven Cheung, Isabella Leong, dll Produksi: 2006
Lukisan Cinta Merah Darah
One day when we were young One wonderful morning in May You told me you loved me When we were young one day
Sweet songs of spring were sung And music was never so gay You told me you loved me When we were young one day
Suara seorang lelaki muda yang sedang menyanyi terdengar di lantai atas sebuah rumah di Taibei. Ia berdiri di ambang pintu ruangan tempat seorang anak laki-laki tengah menggerayangi tuts-tuts piano. Sesekali sambil menyanyi ia menoleh ke luar ruangan. Seorang gadis manis, rambut dikepang dua, sedang melukis di luar. Sesekali sambil melukis ia menoleh ke arah si lelaki muda.
***
Ia memandang lukisannya yang hampir usai. Lukisan gunung semburat kebiruan itu masih membutuhkan polesan. Sapuan warna putih untuk salju. Ia mengangkat kuasnya, lalu membubuhkan warna putih ke lukisan gunungnya. Saat cahaya siang singgah tepat di atas lukisan, lukisan itu tampak bertelau-telau.
Sebentar lagi ia akan meninggalkan New York. Ia akan mengadakan pameran lukisan di berbagai kota di dunia. Hong Kong dan Shanghai telah menjadi tujuan berikutnya. Tapi, lukisan ini sepertinya masih memiliki kekurangan. Warna putih yang ia imbuhkan seakan-akan belum sesuai.
Telepon berdering. Dari Hong Kong. Isabella, anak perempuan adiknya. Isabella berada di Hong Kong setelah meninggalkan pekerjaannya di Singapura. Isabella tengah melakukan riset untuk sebuah buku yang akan ditulisnya. THE KNOT, demikianlah judul yang telah direncanakan.
Setelah selesai ngobrol dengan Isabella, ia terdiam. Perbincangan dengan keponakannya yang jelita tanpa tercegah membuka sumbat kenangan. Kenangan itu bergulir keluar dari benaknya, menggeliat lepas menuju Taibei (Taiwan) akhir tahun 1940-an. Ia melihat dirinya masih remaja, seorang gadis manis dengan rambut kepang dua.
Suatu hari seorang pemuda bernama Chen Qiushui datang ke rumahnya untuk menjadi guru bahasa Inggris adiknya, Yumeng. Pemuda ini berasal dari Xiluo (Yunlin), sebuah daerah penghasil beras. Chen datang ke Taibei untuk kuliah kedokteran. Sambil kuliah Chen memberikan kursus bahasa Inggris untuk mendapatkan uang.
Ia tahu, begitu mendengar suara, kemudian melihat wajah pemuda itu, ia jatuh cinta. Ia tahu juga, pemuda itu memiliki perasaan yang sama. Saking cintanya, ia pun membekukan wajah Chen dalam lukisan yang sampai saat ini selalu dibawa ke mana pun ia pergi.
Ia ingat, saat itu dalam keluarga telah ada pembicaraan mengenai pernikahan. Tapi, Chen mesti meninggalkan Taiwan. Chen ternyata anggota kelompok sayap-kiri yang memberontak kepada pemerintah. Untuk menghindari penjara, Chen memutuskan pergi ke Cina Daratan. Pada malam perpisahan mereka, di tengah derasnya hujan dan air mata, ia menyelipkan cincin pertunangan ke jemari Chen. Ia mengatakan kepada kekasihnya bahwa ia akan menyusul ke Cina Daratan untuk masuk sekolah seni.
Sayangnya, setelah malam itu, ia tidak pernah bertemu lagi dengan Chen. Sambil menjaga ibu Chen di Xilou, ia menunggu lalu mencari, sampai mengunjungi hampir semua penjara di Taiwan, mengira Chen telah tertangkap. Ia dibantu oleh seorang pemuda baik hati, penggugup, dan pemalu yang tidak pernah berhenti mencintainya, Xue Zilu.
Ia ingat lagi, sesungguhnya setelah perang penantiannya telah berakhir. Sebuah kabar dari Tokyo telah memastikan nasib cinta mereka. Chen berada di Tibet. Ia, Wang Biyun, memang bisa mencapai Tibet, tapi tidak bisa mencapai Chen lagi. **
Setelah meninggalkan Taiwan, Chen pergi ke Propinsi Fujian bagian selatan dan bergabung dengan gerilyawan komunis. Untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan pada keluarga dan teman-temannya, ia mengganti namanya menjadi Xu Qiuyun. Ia berhasil menyelesaikan sekolah kedokterannya di Cina. Pada saat perang Korea meletus, ia menjadi dokter tentara di Dipingli, Korea. Di sana ia bertemu dengan gadis petugas medis bernama Wang Jindi. Meski kentara Wang Jindi menginginkan cintanya, ia hanya mengganggap gadis itu sebagai adik. Nama Wang Biyun tidak mungkin tergeserkan dari hatinya.
Usai perang Korea ia mencari Wang Biyun di sekolah seni menyangka kekasihnya telah berada di Cina Daratan. Ia menemukan jika Wang Biyun tidak pernah ke Cina Daratan. Ketika harapan seakan hilang, ia memutuskan menerima penugasan sebagai dokter tentara di Tibet.
Suatu hari ia dikejutkan dengan berita kedatangan Wang Biyun. Merasa luar biasa bahagia, ia tidak bisa menahan diri, keliling rumah sakit mencari kekasihnya. Yang datang ternyata bukan kekasihnya tapi Wang Jindi yang telah mengubah namanya menjadi Wang Biyun. Kehadiran Wang Jindi meyakinkan Chen bahwa ia tidak akan pernah bertemu lagi dengan kekasihnya. Wang Jindi bahkan mengatakan bahwa Biyun telah berada di surga.
***
Ia memandang lukisan gunungnya sekali lagi.
Selamanya, kekasihnya tidak pernah meninggalkan Tibet. Ia telah menikahi perempuan lain dan memiliki seorang anak laki-laki.
Lukisan gunung semburat kebiruan itu bertelau-telau. Kabar dari Tokyo benar-benar telah membekukan hatinya, seperti gunung dalam lukisannya, lembab dan licin dengan serpihan salju.
Untung si budiman Xue Xilu tidak pernah meninggalkannya. Xue selalu ada untuknya. Kebaikan lelaki ini mengantarnya pada keputusan untuk menghabiskan sisa hidup bersama. Sayangnya, Xue Xilu harus meninggalkannya sebelum berdua menapak masa senja kehidupan. Suaminya mengidap leukimia.
Ia sesenggukan. Air mata meleleh dari sudut-sudut matanya yang rabun. Ya, ia sudah tua sekarang. Waktu telah merampas cahaya matanya, hitam rambutnya, mulus kulitnya, dan kekuatan kakinya.
Di atas kursi roda, ia memutuskan menyempurnakan lukisannya. Isabella, sang keponakan, telah menemukan akhir dari perjalanan riset bukunya. Demikian juga lukisan ini. Berakhir.
Ia menggerakkan kursi roda. Lukisan gunung semburat kebiruan itu bertelau-telau. Saatnya untuk memberikan sapuan terakhir ke atas lukisannya.
Ia mengangkat kuasnya, mengguratkan cat ke permukaan kanvas. Satu kali. Dua kali. Dan ia tercekat dalam keheningan. Mata terpaku pada lukisannya.
Kekasihnya tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup lebih lama dari yang ia bayangkan. Suatu hari ia pergi ke gunung bersama istrinya untuk menolong pasien yang tinggal di sana. Dalam cuaca membekukan yang membuat perjalanan terasa berat, istrinya kewalahan. Tatkala menuruni gunung, ia mesti menggendong istrinya. Saat itulah terjadi badai salju yang dahsyat. Kekasihnya dan istrinya tewas tertimbun salju. ***
Aku melihat kepalanya yang telah dikerumuni uban bergeming. Aku tak bergerak di tempat dudukku.
Bersama-sama kami mengamati lukisannya. Sementara aku merasakan ada butiran hangat memecah di ujung kelopak mata, warna yang merebak dominan dalam lukisan itu jatuh di selaput pelangi mataku.
Akan kukatakan padamu apa yang kulihat: sebuah lukisan berwarna merah darah.
Juga di : http://percikanku.multiply.com (Promosi.....)
Label: asia, drama |
huh, pake acara promosi segala.....
dah gitu, ini film gak di kasi komen lagi....
--- mengulang permintaan penonton di teater yang satu lagi (",)---
loket 2 banyak stok film korea ma perancis yah? tadi barusan mampir ke multiply
Jody ya ampyun? again?
hiks hiks:-P
kenapa Ida menangis?
Film-nya mengharukan yah?
Komenku cukup jelas kok, Bo. Baca baik bagian akhir....bukan cuma termehe-mehe, tapi berlinang air mata.......
@Sherlock: Sherlock yang baik, kebetulan aja pas loket dibuka aku baru habis nonton film Korea & Prancis. Trims ya mampir ke multiply-ku.
@Kobo: Jika kau pernah merasakan cinta yang begitu dalam dan lengkap, kau akan tak sanggup menahan air matamu. Seperti yang diriku alami. Makanya postingan kubikin beda. :D
duh...
ternyata, reply dari oom jody...
begitu dalam... kelelep lep lep..
maklum dong oom... betty flood kan baru 10 tahun, kobo malah baru 5 tahun, hihihihihi
jody, aku belom bisa komen di multiply milikmu... aku belom buat account multiply soalnya :)
@Sherlock: gak pa pa, kapan-kapan ikutan multiply ya....Tapi kenal yg namanya Sherlock sudah sangat senang kok :D
@Ida: Hai, Ida, trims ya untuk bukunya (gak pa pa kan di sini).
Sherlock...
tuh, digodain lagi buat ikutan MP, ayo ayo, asik lo, hehehehehehe
*penggoda MP*
Heeh, niy, bo
gw ampe menangis berguling2
@jody: sama-sama:-)
@Ida : benarkah? *lagi ngebayangin Ida nangis nih*
@Kobo: moga-moga gak tewaz karena kelelep wakakakakakaka.....
hiks.. hiks...
jody kejam..
masa kobo disuruh tewaz..
lagian, karena masih kecil, kan pake pelampung.. jadi gak tenggelam..
he he he he he
aduh, maaf ya, Bo, kadang lupa kalo Kobo baru 5 tahun.....