Sutradara: Patrick Tam
Cast: Aaron Kwok, Charlie Yeung, Ian Iskandar Gouw, Kelly Lin, dll
Produksi: 2006, DVD: 2007
HILANGNYA KEINDAHAN MASA KANAK-KANAK
Setelah dunia perfilman Hong Kong mengalami masa-masa suram, film yang diproduksi para sineas Hong Kong kontan berubah. Sekarang, jika kita menonton film Hong Kong, kita akan menemukan film-film yang digarap lebih baik, dengan cerita yang lebih bagus dan beberapa di antaranya hadir dengan sangat mengesankan. Salah satu di antaranya adalah After This Our Exile, sebuah film drama terpuji dengan nilai artistik yang tinggi. Film yang diedarkan Desember 2006 dan pada tahun 2007 ditabalkan sebagai Film Terbaik Golden Horse Award ke-43 menganugerahkan Best Actor untuk Aaron Kwok dan Best Supporting Actor untuk aktor anak-anak keturunan Indonesia, Ian Iskandar Gouw (Ng King-to). Selain tampil di beberapa festival film dunia, film ini juga mendapatkan penghargaan sebagai Film Asia Terbaik dari Tokyo International Film Festival.
Setelah menikah dan memiliki satu anak laki-laki, Chow Cheung-sheng (Aaron Kwok), menjadi seorang lelaki berangasan yang senang berjudi. Hal ini membuat jera istrinya, Lee Yuk-lin (Charlie Yeung). Lee Yuk-lin berniat meninggalkan keluarga untuk memperbaiki hidupnya sendiri dan menerima pinangan seorang lelaki lain (juga diperankan Aaron Kwok dalam versi modis).
Saat pertama kali mencoba minggat, ketahuan Lok Yun (Ian Iskandar Gouw) -anaknya, yang segera melaporkan kepada ayahnya. Maksudnya tentu saja untuk mencegah ibunya pergi. Niat istrinya ini membuat kemarahan Chow Cheung-sheng menjulang. Kali ini, dengan menggunakan sedikit kekerasan fisik, ia berhasil mencegah istrinya pergi.
Tapi Lee Yuk-lin yang telah menemukan tambatan hati lain ini tetap mencari kesempatan, dan ketika kesempatan datang, ia menghilang selamanya dari kehidupan suami dan anaknya.
Utang judi membuat Chow Cheung-sheng memutuskan untuk meninggalkan rumahnya. Ia kehilangan pekerjaan dan dikejar-kejar debt-collector. Saat bingung tak punya uang, ia memaksa Lok Yun untuk mencuri. Lok Yun memang sudah pernah mencuri arloji milik ayah teman sekolahnya, secara impulsif, gara-gara tidak bisa bayar langganan bis sekolah. Tindakan pencurian yang tak direncanakan itu telah membuat Lok Yun merasa ketakutan dan sangat berdosa. Makanya ia tak bisa melakukan pencurian sesuai suruhan ayahnya. Tapi karena dipaksa, ia menyusup ke rumah orang, kepergok, dan dipukuli habis-habisan. Ayahnya meninggalkannya dalam keadaan hampir mati dan membiarkan ia digiring ke pusat rehabilitasi anak-anak nakal.
Sesungguhnya Lok Yun sangat mencintai ayahnya. Tapi ia tidak bisa memahami tindakan ayahnya, menyiksa ibunya dan terakhir memaksanya untuk mencuri. Ketika ayahnya mengunjunginya di pusat rehabilitasi, ia tidak menanggapi semua perkataan ayahnya yang penuh penyesalan. Ia hanya sekali memandang wajah ayahnya, kemudian menunduk. Saat akhirnya ia benar-benar mengangkat kepalanya, ia melakukan sesuatu yang tidak akan ia, juga ayahnya, lupakan seumur hidup.
Mungkin film ini tidak akan menjadi favorit semua penonton, apalagi untuk penonton yang lebih suka film aksi atau genre film lain yang mengandalkan efek-efek khusus. Tapi akan menjadi kesayangan penonton yang menyukai drama-drama kehidupan yang lirih, membumi dan berkualitas. Jenis kehidupan yang ditawarkan dalam film ini sama sekali tidak asing, bisa saja terjadi dalam kehidupan kita, atau kehidupan tetangga kita, atau kehidupan orang lain yang kita kenal.
Performa Aaron Kwok sebagai lelaki berangasan yang sama sekali jauh berbeda dengan penampilan-penampilannya sebagai pretty boy pada masa kejayaan perfilman Hong Kong, terkesan sangat kuat dan hidup. Pada beberapa adegan aktingnya terasa sangat menjengkelkan, memuakkan, tapi juga mendatangkan rasa iba, apalagi didukung oleh gestur dan ekspresi wajah yang pas. Tak heran, berkat perannya ini, lagi-lagi, setelah tahun sebelumnya menggondol Best Actor, ia memperoleh penghargaan yang sama dari Golden Horse Award.
Ian Iskandar Gouw, tidak saja berparas manis dan tanpa dosa. Tapi penampilannya sangat bagus dan memiliki kadar penjiwaan yang menyentuh hati. Ekspresi wajah untuk melukiskan perasaannya kerap membuat saya berkaca-kaca. Penghargaan Golden Horse Award -sebagai aktor termuda yang pernah meraih penghargaan dalam sejarah Golden Horse Award- untuk dirinya benar-benar sangat layak.
Kerja keras sang sutradara, Patrick Tam, untuk menghasilkan film yang rupanya menggunakan seting sebuah tempat di Malaysia ini tentu saja tidak bisa diabaikan. Sayangnya, ia belum mendapatkan penghargaan apa-apa. Agak aneh sebenarnya, meski sering terjadi di berbagai festival film, film dikukuhkan sebagai film terbaik, tapi sutradaranya tidak.
Kembali ke film....
Sepuluh tahun kemudian, setelah terakhir bertemu, Lok Yun telah tumbuh remaja (Tsui Ting Yau). Ia ingin membenahi kekeliruan yang pernah ia lakukan di masa kanak-kanak. Ketika ia berdiri di pinggir sebuah danau, tempat ia pernah melihat bintang-bintang di langit dengan ayahnya suatu ketika di masa kecilnya, ia melihat ayahnya sedang berjalan-jalan di seberang danau dengan seorang perempuan yang tengah hamil. Ayahnya memang telah menikah lagi.
Ia hanya memandang ayahnya dari kejauhan. Dan tak tertahankan lagi, matanya berkaca-kaca. Jalan kehidupan mereka telah berbeda, sejak malam menakutkan itu, ketika cinta pada ayahnya bertempur dengan kata hatinya yang sebening kaca, dan ia kehilangan keindahan masa kanak-kanaknya.
Label: drama, Korean
SPOILER WARNING:
Ending film ini mengingatkan aku pada Mike Tyson......
Tahu nggak?
Si anak, saking hancur hatinya, menggigit telinga ayahnya.....
film nya pasti keren, jadi mau nonton tapi pasti nyari donlod nya pati susah.