Sutradara: David Fincher
Skenario: Eric Roth
Pemain: Brad Pitt, Cate Blanchett, dll
Masa Putar: 166 menit
Tahun: 2008
Alasanku nonton film ini bukan lantaran bintang utamanya si seksi Brad Pitt, tetapi karena film ini berjaya di ajang Golden Globe dan Oscar 2008 dengan mengantungi banyak nominasi. Salah satunya untuk Brad Pitt sebagai leading actor. Ya aku sih masih percaya bahwa film-film yang dijagokan di kedua festival tersebut biasanya memang film-film yang bagus.
Layar dibuka dengan adegan Daisy Tua yang terbaring sekarat di rumah sakit. Menjelang ajalnya, ia ingin agar putrinya, Caroline (Julia Ormond) membacakan sebuah buku harian bersampul kulit yang ditulis oleh seorang pria : Benjamin Button (Brad Pitt).
Maka, cerita pun surut ke belakang, ke tahun 1918, bersamaan dengan berakhirnya Perang Dunia I, lahir seorang bayi lelaki buruk rupa, anak seorang pemilik pabrik kancing, Thomas Button (Jason Flemyng). Karena malu dengan kondisi fisik bayinya, Thomas kemudian berniat melenyapkan orok tersebut dengan membuangnya di sungai. Namun, beruntung tidak jadi sebab keburu ketahuan polisi. Tetapi, setelah berhasil lepas dari kejaran opsir itu, Thomas lalu meninggalkan putranya di anak tangga depan pintu sebuah rumah jompo.
Sekali lagi keberuntungan terjadi. Bayi malang itu diselamatkan dan dipelihara oleh Queenie (Taraji P.Henson), perempuan negro pengurus rumah jompo tersebut. Dia juga yang memberi nama si jabang bayi Benjamin.
Benjamin tumbuh tidak seperti anak-anak lainnya. Fisiknya sama tuanya dengan para penghuni rumah jompo yang rata-rata berumur 80 tahun. Untuk anak berusia tujuh tahun, ia tampak serenta 70 tahun : keriput, botak dengan hanya beberapa lembar rambut putih, mata lamur, dan tak mampu berjalan, sehingga harus memakai kursi roda. Tetapi, Queenie dan para lansia di sana mengasuhnya dengan penuh kasih sayang. Ia belajar membaca dan main piano dari mereka.
Keanehan terus berlangsung pada diri Benjamin. Seiring bertambahnya usia, fisiknya justru kian memuda. Ia semakin kuat dan tinggi. Tanda-tanda ketuaan di tubuhnya perlahan-lahan menghilang. Bahkan kemudian ia diterima bekerja sebagai anak buah kapal di bawah pimpinan Kapten Mike (Jared Harris). Ia berlayar ke seluruh dunia, meinggalkan rumah jompo dan seorang gadis cantik, Daisy (Cate Blanchett) yang diam-diam menyimpan cinta padanya.
Sementara Benjamin pergi, Daisy berhasil mewujudkan ambisinya menjadi balerina terkenal. Mereka tetap memelihara kontak lewat surat dan kartu pos. Benjamin sempat tergoda asmara sesaat dengan wanita bersuami yang dijumpainya di sebuah hotel.
Kisah unik Benjamin ini terinspirasi dari sebuah cerpen karya F.Scott Fitzgerald yang ditulis pada 1921. Kasus Benjamin ini akhirnya memang menjadi daya tarik utama film besutan David Fincher ini. Menyaksikan Benjamin tumbuh dengan cara yang berlawanan dengan umumnya makhluk hidup - bukannya bertambah tua tetapi justru semakin muda - menjadi sebuah bagian yang menakjubkan. Aku tidak tahu, apakah memang ada kasus medis seperti yang dialami Benjamin ini.
Yang pertama mendapat pujian dariku adalah untuk tim make upnya yang telah bekerja dengan gemilang mendandani para pemain, khususnya perubahan wajah Benjamin dari tua ke muda, dan perubahan Daisy dari muda ke tua. Keren banget.
Kedua, untuk akting Cate Blanchett sebagai Daisy (terutama saat dia terbaring sakit. Benar-benar kayak orang tua yang tengah sekarat). Sayang, dia tidak meraih nominasi untuk perannya tersebut.
Ketiga, untuk sutradara David Fincher yang telah dengan apik membuat film ini. Rapi dan detail banget filmnya, meskipun aku lebih senang seandainya berhenti cukup sampai ketika Benjamin (duh, Brad Pitt ganteng banget di sini, seperti di film-film pertamanya) muncul kembali menemui Daisy dan Caroline. Tetapi, Fincher memilih menuntaskannya hingga ada yang mati.
Bagaimana dengan si tampan Brad Pitt? Ah..ah...menurutku sih aktingnya tidak terlalu istimewa, kecuali saat dia menjadi lansia. Selanjutnya, ketika berubah muda lagi, ya dia kembali menjadi Brad Pitt deh :)
Aku sih merekomendasikan film ini untuk kamu tonton, terutama buat kamu yang senang film drama. Temponya agak lambat memang. Buat kamu yang tidak sabaran, bisa bete juga nontonnya. Film ini sarat pesan spiritual, khususnya untuk kita yang sering cemas karena menjadi tua. Padahal, menjadi semakin muda juga ternyata tidak lalu menyenangkan. Pilih mana, menjadi tua atau menjadi bayi kembali? :D ***